Kamis, 31 Mei 2012

PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI MIGAS DAN MINYAK BUMI DI PROVINSI SEMATERA SELATAN


Sumber daya energi terutama migas dan minyak bumi yang dimiliki Indonesia telah memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi pembangunan nasional selama bertahun-tahun. Namun kondisi tersebut semakin berkurang dari tahun ke tahun, ditandai dengan makin seringnya terjadi gangguan kekurangan pasokan energi dan listrik di beberapa daerah, serta besarnya subsidi untuk kedua sektor tersebut.  Berikut beberapa permasalahan energi primer yang memerlukan penyelesaian dalam bentuk terobosan kebijakan yang komprehensif.       
a.    Produksi Minyak Bumi dan Gas Nasional
Setelah mencapai puncaknya pada tahun 1977, produksi minyak mentah Indonesia terus mengalami trend menurun, bahkan sejak tahun 2010 hanya mampu berproduksi kurang dari 1 juta barrel per hari.  Hal ini disebabkan karena kegiatan ekplorasi minyak masih mengandalkan sumur-sumur tua yang produksifitasnya terus merosot, tidak adanya lapangan baru yang dibuka (kalaupun ada sangat sedikit dan hasilnya kurang sesuai yang diharapkan) dan tidak ada kegiatan enhanced oil recovery (EOR) yang berarti.  Pada sisi lain kebutuhan BBM dalam negeri terus meningkat lebih dari 1.300 ribu barrel per hari.  Peningkatan kebutuhan BBM ini akan meningkatkan impor minyak mentah dan impor produk BBM, dan di sisi lain menurunkan ekspor minyak mentah karena sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.  Sebagai akibatnya terjadilah “perdagangan negatif“ produk minyak, sehingga Indonesia tergelincir menjadi negara pengimportir minyak (net oil importer country).   Dengan posisi sebagai importir neto ditambah harga minyak mentah dunia yang terus melonjak, sudah barang tentu kebutuhan anggaran untuk subsidi BBM dari tahun ke tahun semakin besar.  Apabila posisi sebagai importir neto tidak dapat diperbaiki maka Indonesia akan terjerumus ke dalam “ketergantungan impor“ yang sangat besar, sehingga perlu adanya terobosan di bidang penyediaan migas.
Bagi Indonesia energi migas masih menjadi andalan utama perekonomian, baik sebagai penghasil devisa maupun pemasok kebutuhan energi dalam negeri. Pembangunan prasarana dan industri yang sedang giat-giatnya dilakukan di Indonesia membuat pertumbuhan konsumsi energi rata-rata mencapai 7% dalam 10 tahun terakhir.   Peningkatan yang sangat tinggi melebihi rata-rata kebutuhan energi global mengharuskan Indonesia untuk segera menemukan cadangan migas baru, baik di Indonesia maupun ekspansi ke luar negeri.   Sebagian besar ladang minyak di Indonesia berada di daratan dengan kondisi yang sudah tua dan dengan cadangan minyak yang semakin menipis.  Bappenas menyatakan bahwa minyak bumi di Indonesia diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 14 tahun lagi, sedangkan Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi cadangan minyak Indonesia akan habis dalam kurun waktu 9 tahun lagi, atau tepatnya tahun 2020.   Disamping cadangan minyak yang semakin menipis, eksplorasi minyak di daratan juga terbukti berdampak negatif terhadap lingkungan dan sosial masyarakat, bahkan tidak jarang menimbulkan konflik horisontal maupun vertikal di masyarakat.  Oleh karenanya perlu dicari alternatif baru, yaitu eksploitasi dan eksplorasi minyak lepas pantai dan laut dalam yang diduga memiliki potensi cadangan minyak sangat besar agar ketergantungan impor dapat dihindari.   Disadari bahwa hal tersebut membutuhkan teknologi tinggi dan investasi yang sangat besar, namun belajar dari pengalaman negara lain, seperti Venezuela, Brasil dan Norwegia, investasi yang besar tersebut dapat kembali dalam waktu yang relatif singkat dan sepadan dengan hasil yang didapatkan.
             Gambar 1. Produksi Minyak, Konsumsi dan Export Import Nasional (Sumber: Kementerian ESDM, 2010)
Potensi sumber daya minyak dan gas bumi Indonesia masih cukup besar untuk dikembangkan terutama di daerah-daerah terpencil, laut dalam, sumur-sumur tua dan kawasan Indonesia Timur yang relatif belum dieksplorasi secara intensif. Sumber-sumber minyak dan gas bumi dengan tingkat kesulitan eksplorasi terendah praktis kini telah habis dieksploitasi dan menyisakan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Sangat jelas bahwa mengelola ladang minyak sendiri menjanjikan keuntungan yang luar biasa signifikan. Akan tetapi untuk dapat mengetahui potensi tersebut diperlukan teknologi yang mahal, modal yang besar, waktu yang lama dan memerlukan efisiensi yang maksimal serta expertise dari sumberdaya manusia. Untuk mengatur usaha minyak dan gas bumi di hulu dan hilir, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah, namun belum dapat meningkatkan investasi di sektor minyak dan gas bumi.    Berdasarkan hasil Global Petroleum Survey 2011 oleh Fraser Institute, terdapat enam faktor yang menghambat investasi sektor migas di Indonesia, yaitu pemberlakuan asas cabotage, tidak jelasnya iklim investasi, tumpang tindihnya peraturan, cost recovery yang semakin ditekan, perilaku korup dan hukum yang tidak dapat dipercaya, serta ancaman bagi warga negara asing terkait tuduhan perusakan lingkungan hidup.
Dalam beberapa tahun belakangan ini penyediaan BBM dalam negeri tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh kilang minyak domestik, hampir 20%-30% kebutuhan minyak bumi dalam negeri diimpor dari luar negeri. Kebutuhan impor minyak bumi ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi nasional yang terus membaik.  Menurut BP-Migas, penurunan jumlah produksi minyak tersebut disebabkan terjadinya penurunan produksi dari lapangan existing yang lebih cepat dari perkiraan. Sekitar 90 persen dari total produksi minyak Indonesia dihasilkan dari lapangan yang usianya lebih dari 30 tahun, sehingga dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk menahan laju penurunan alaminya.  Sayangnya upaya menahan laju penurunan produksi lapangan tua tersebut yang mencapai 12 persen per tahun gagal dilaksanakan, sementara upaya untuk menyangga produksi melalui produksi lapangan baru sangat bergantung kepada kinerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Industri minyak dan gas bumi merupakan sektor penting di dalam pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan baku industri maupun sebagai penghasil devisa negara, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin. Untuk menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan serta untuk mendorong perkembangan potensi dan kesinambungan pembangunan nasional, maka telah ditetapkan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.  Undang-undang tersebut merupakan landasan hukum bagi pembaharuan dan penataan kembali kegiatan usaha migas nasional, namun dalam implementasinya masih belum mampu mengangkat lifting produksi minyak nasional sesuai target yang ditetapkan dalam APBN.
b.            Ketersediaan Sumber Energi di Provinsi Sumatera Selatan
Perkembangan ketersediaan energi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh situasi global, terutama terkait dengan harga minyak mentah dunia.   Pemakaian energi mix di Indonesia saat ini lebih dari 90% menggunakan energi yang berbasis fosil, yaitu minyak bumi 54,4%, gas 26,5% dan batubara 14,1%.   Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan sumber energi yang mencukupi untuk mendukung industri yang akan menjadi penopang pembangunan. Oleh karena itu dibutuhkan terobosan-terobosan untuk dapat mengatasi kebutuhan energi tersebut, antara lain dengan meningkatkan produksi minyak pada sumur existing dan melakukan penelitian dan pengembangan untuk mencari energi alternatif.
Ketersediaan sumber daya energi saat ini, terutama energi fosil seperti minyak bumi, gas bumi dan batu bara semakin terbatas dan menurun produksinya, mengingat cadangan terbukti batubara, gas alam, dan minyak bumi, secara berturut-turut hanya sebesar 0,55%; 1,39%; dan 0,43% dari cadangan terbukti dunia saat ini.  Kondisi inilah yang mendasari ditetapkannya Peraturan Presiden No 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Proporsi baru dalam Perpres ini akan mengubah peta penggunaan energi primer Indonesia dari sekitar 50% minyak bumi pada tahun 2005 menjadi hanya 20% pada tahun 2025, atau dari sekitar 5% Non-Fosil menjadi 15% Non-Fosil pada kurun waktu yang sama.
Menurut data dari Kementerian ESDM, potensi energi nasional 2008 seperti yang tercantum pada Tabel 1 terdiri dari energi fosil dan energi nonfosil. Terlihat bahwa cadangan terbukti minyak Indonesia tinggal            3,7 milyar barel (sama dengan 0,3% cadangan terbukti dunia), namun energi non minyak memiliki cadangan yang lebih besar. Produksi minyak Indonesia pada tahun 2008 sebesar 357 juta barel, ekspor minyak mentah sebesar 146 juta barel, impor minyak mentah sebesar 93 juta barel dan impor BBM sebesar 153 juta barel.  Dengan konsumsi 457 barel, maka terdapat defisit sebesar 100 juta barel per tahun. Sebagai Negara net importer minyak dan yang tidak memiliki cadangan terbukti minyak yang banyak, tidak bijaksana apabila harga BBM di dalam negeri mengikuti harga BBM di negara-negara yang cadangan minyaknya melimpah.
Ketersediaan energi nasional yang diharapkan adalah terpenuhinya kebutuhan energi dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pada saat ini cadangan minyak bumi terbukti diperkirakan sebesar 9,1 milyar barel, dengan tingkat produksi 387 juta barrel per tahun dan tidak ada penambahan eksplorasi maka cadangan tersebut akan habis dalam waktu 23 tahun.  Cadangan Gas diperkirakan sebesar 170 TSCF (trilion standart cubic feed), dengan tingkat produksi 2,97 TSCF per tahun dan tidak ada penambahan eksplorasi maka cadangan tersebut akan habis dalam waktu 62 tahun. Sedangkan cadangan Batubara diperkirakan sebesar   58 miliar ton, dengan tingkat produksi 132 juta ton per tahun dan tidak ada penambahan eksplorasi maka cadangan tersebut akan habis dalam waktu     23 tahun.  Indonesia memang masih memiliki cadangan cukup besar, namun dengan kapasitas produksi dan eksplorasi per tahun yang terus meningkat, maka cadangan tersebut akan habis dalam waktu yang lebih cepat dari perkiraan semula.   Pada sisi lain produksi minyak yang tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, besarnya subsidi harga minyak yang jika dilakukan penyesuaian dengan harga internasional dapat menyebabkan terjadinya gejolak sosial dan masih banyaknya wilayah yang belum mendapatkan pasokan energi listrik, merupakan permasalahan yang tidak mudah untuk dipecahkan.
 3. pemanfaatan Sumber daya energi terutama migas dan minyak bumi
Mengingat cadangan energi yang potensial untuk dimanfaatkan masih melimpah, maka diperlukan suatu upaya dari pemerintah untuk mendorong agar sumber-sumber minyak dan gas bumi yang  sudah ditemukan segera berproduksi dan mendorong pemanfaatan sumber energi  memperkuat sektor migas. Begitu juga di provinsi sumatera selatan. pemanfaatan nya katersediaan nya sumber daya energi terutama migas dan batu bara untuk mendukung ketahanan energi nasional sangat di butuh kan. bila kita tahu cadangan energi nasional khusus nya di provinsi sumatera selatan telah berkurang sebaik nya kita tahu cara pemanfaatan nya dengan baik. sebalik menunggu energi alternatif yang yang baru kita harus mulai untuk memanfaat kan energi sumber daya alam khusus nya migas dan minyak bumi. Pemanfaatan nya migas n minyak bumi dengan baik adalah seperti kita melakukan penghematan listrik dan memakai solar cell untuk kantor-kantor pemerintahan, sekolah, maupun industri rumah tangga. Dengan kita dapat melakukan pengurangan pemborosan sumber daya terutama gas dan dan minyak bumi di sumatera selatan ini sebanyak 50%.  Pemanfaatan sumber daya gas dan minyak bumi dengan baik khusus nya di Provinsi Sumatera Selatan dapat di jadikan acuan atau contoh bagi provinsi-provinsi di indonesia. dengan demikian Provinsi sumatera Selatan akan menjadi Lumbung Energi Sekaligus provinsi terhemat sumber daya migas dan minyak bumi di Indonesia.

Referensi
Peraturan Presiden No 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional
PLTN Menjamin ketahanan Penyediaan Listrik Nasional, Naskah Pernyataan Sikap MPEL, HIMNI, METI, IEN, WIN. Feb, 2010.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi

 

PEMANFAATAN BATUBARA DI SUMATERA SELATAN

Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
Dapat kita ketahui bahwa di Indonesia gudang nya Batubara terutama di daerah Provinsi Sumatera Selatan.kabupaten Tanjung enim adalah adalah salah satu sumber dimana dapat kita ketahui sebagai pemasok Batu Bara terbesar di indonesia. Dan kita ketahui bahwa sejak berdiri nya PT. BUKIT ASAM TBK di kabupaten tanjung enim maka semakin besar juga taraf hidup masyarakat yang naik di kabupaten tersebut. Disini dapat kita rasa kan bahwa jika kita bisa memanfaat kan potensi di daerah sumatera selatan ini secara baik maka dampak yang kita akan merasakan taraf hidup yang lebih baik. Namun jika kita hanya berharap bisa merubah taraf hidup tersebut tanpa ada perjuangan , maka kita tak kan jadi seseorang di dalam bagian potensi tersebut .Untuk memanfaat kan potensi tersebut kita harus lah memiliki jiwa dengan menjadi bagian dalam mencari dan membangunan potensi sumber daya alam. Dan kita tahu Masih banyak potensi-potensi sumber daya alam di provinsi sumatera selatan ini yang dapat kita manfaat kan. Masih banyak Batu Bara di provinsi sumatera selatan spepert dapat kita ambil adalah PT. BATU BARA LAHAT yang masih berumur muda untuk pendirian nya. Mengapa masyarakat dapat tahu ada batu bara di kabupaten Lahat ? karena semua ini adalah hasil dari anak - anak bangsa yang sekarang sudah mengerti jika di daerah nya mempunyai sumber daya alam yang bisa di manfaat kan. Masih banyak lagi potensi sumber daya alam khusus nya batu bara. Jadi sebagai putra bangsa suatu kewajiban kita memanfaatkan sumber daya alam agar menjadi manfaat kita jika kita ikut andil dalam memanfaatkan nya.

 sumber:http://wikipedia.com